Selasa, 28 Juni 2011

Kreativitas Verbal

Kata kreativitas berasal dari kata sifat creative yang berarti pandai mencipta. Sedangkan untuk pengertian yang lebih luas, kreativitas berarti suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan orisinalitas berpikir.
Menurut Komite Penasehat Nasional Pendidikan Kreatif dan Pendidikan Budaya, keativitas merupakan bentuk aktivitas imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat orisinal, murni, dan bermakna (Munandar, 1999b).
Guilford (1967) menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Guilford juga menambahkan bahwa bentuk pemikiran kreatif masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan, sebab, disekolah yang dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berfikir logis).
Hurlock (1992) juga menjelaskan bahwa kreativitas merupakan proses mental yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan orisinal. Hurlock menambahkan kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas juga tidak selalu menghasilkan sesuatu yang dapat diamati dan dinilai.
Menurut Jawwad (2004) kreativitas adalah kemampuan berpikir untuk meraih hasil-hasil yang variatif dan baru, serta memungkinkan untuk diaplikasikan, baik dalam bidang keilmuan, kesenian, kesusastraan, maupun bidang kehidupan lain yang melimpah.
Chandra (1994) menguraikan bahwa kreativitas merupakan kemampuan mental dan berbagai jenis ketrampilan khas manusia yang dapat melahirkan pengungkapan unik, berbeda, orisinal, sama sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna.
Maslow (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa kreativitas disamakan dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka, dan langsung melihat kepada hal-hal atau bersikap asertif. Kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasian diri.
Munandar (1999b) menguraikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru yang berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada. Pengertian kreativitas tidak hanya kemampuan untuk bersikap kritis pada dirinya sendiri melainkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara dirinya dengan lingkungan dalam hal material, sosial, dan psikis.
Munadi (1987) memberikan batasan kreativitas sebagai proses berpikir yang membawa seseorang berusaha menemukan metode dan cara baru di dalam memecahkan suatu masalah. Kemudian ia menemukan bahwa kreativitas yang penting bukan apa yang dihasilkan dari proses tersebut tetapi yang pokok adalah kesenangan dan keasyikan yang terlihat dalam melakukan aktivitas kreatif.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses berpikir yang lancar, lentur dan orisinal dalam menciptakan suatu gagasan yang bersifat unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, dan bermakna, serta membawa seseorang berusaha menemukan metode dan cara baru di dalam memecahkan suatu masalah.
2. Ciri-ciri individu yang kreatif
Munandar (1999a) menyatakan bahwa ciri individu yang kreatif menurut para ahli psikologi antara lain adalah bebas dalam berpikir, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari pengalaman baru, mempunyai inisiatif, bebas berpendapat, mempunyai minat luas, percaya pada diri sendiri, tidak mau menerima pendapat begitu saja, cukup mandiri dan tidak pernah bosan.
Lebih lanjut Munandar (1999a) menjelaskan ciri-ciri pribadi kreatif meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude. Ciri-ciri aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir :
a. Keterampilan berpikir lancar, yaitu kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan.
b. Keterampilan berpikir luwes, yaitu kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, serta dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
c. Keterampilan berpikir orisinal, yaitu kemampuan melahirkan ungkapan yang baru, unik, dan asli.
d. Keterampilan memperinci (mengelaborasi), yaitu kemampuan mengembangkan, memperkaya, atau memperinci detil-detil dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik.
e. Keterampilan menilai (mengevaluasi), yaitu kemampuan menentukan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan, suatu rencana, atau suatu tindakan itu bijaksana atau tidak
Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu : a) Rasa ingin tahu; b) Bersifat imajinatif; c) Merasa tertantang oleh kemajemukan; d) Berani mengambil risiko; e) Sifat menghargai.
Sund (dalam Nursito, 2000) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif memiliki ciri-ciri yaitu (a) mempunyai hasrat ingin tahu, bersikap terhadap pengalaman baru, (b) panjang akal, (c) keinginan untuk menemukan dan meneliti, (d) cenderung lebih suka melakukan tugas yang lebih berat dan sulit, (e) berpikir fleksibel, bergairah, aktif dan berdedikasi dalam tugas, (f) menanggapi pertanyaan dan mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban lebih banyak.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang kreatif adalah bebas dalam berpikir dan bertindak, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari pengalaman baru, mempunyai minat yang luas, mempunyai inisiatif, bebas berpendapat, tidak pernah bosan, dan merasa tertantang oleh kemajemukan.
3. Aspek-aspek kreativitas
Guilford (Nursito, 2000) menyatakan bahwa aspek-aspek kreativitas adalah sebagai berikut :
1. Fluency, yaitu kesigapan, keancaran untuk menghasilkan banyak gagasan
2. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan.
3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagsan yang asli.
4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal secara detail atau terperinci.
5. Redefinition, yaitu kemampan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat dari sudut yang lain daripada cara-cara yang lazim.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek kreativitas adalah fluency (kelancaran), fleksibilitas, orisinalitas (murni), elaborasi, dan redenifition.
B. Kreativitas Verbal
1. Pengertian Kreativitas Verbal
Kreativitas verbal terdiri dari 2 kata, yaitu kreativitas dan verbal. Thrustone, yang dikutip Azwar (1996) menyatakan bahwa verbal adalah pemahaman akan hubungan kata, kosakata, dan penguasaan komunikasi.
Sinolungan (2001) menyatakan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan berkomunikasi yang diawali dengan pembentukan ide melalui kata-kata, serta mengarahkan fokus permasalahan pada penguasaan bahasa atau kata-kata, yang akan menentukan jelas tidaknya pengertian mengenai ide yang disampaikan.
Torrance (Munandar, 1999b) mengungkapkan kreativitas verbal sebagai kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam bentuk verbal. Bentuk verbal dalam tes Torrance berhubungan dengan kata dan kalimat.
Mednick & Mednick (dalam Sinolungan, 2001) menambahkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan melihat hubungan antar ide yang berbeda satu sama lain dan kemampuan untuk mengkombinasikan ide-ide tersebut ke dalam asosiasi baru. Anak-anak yang mempunyai kemampuan tersebut mampu membuat pola-pola baru berdasarkan prakarsanya sendiri menurut ide-ide yang terbentuk dalam kognitif mereka.
Guilford (1967) menambahkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan berfikir divergen, yaitu pemikiran yang menjajagi bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang sama besarnya.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan membentuk ide-ide atau gagasan baru, serta mengkombinasikan ide-ide tersebut kedalam sesuatu yang baru berdasarkan informasi atau unsur-unsur yang sudah ada, yang mencerminkan kelancaran, kelenturan, orisinalitas dalam berpikir divergen yang terungkap secara verbal.
2. Faktor yang mempengaruhi kreativitas verbal.
Munandar (1999b) mengatakan bahwa lingkungan yang responsif (keluarga, sekolah, dan masyarakat) merupakan faktor utama terjadinya proses perkembangan inteligensi dan merupakan dasar yang kuat untuk pertumbuhan kreativitas verbal.
Hurlock (1992) mengemukakan kondisi yang mempengaruhi kreativitas adalah :
a. Waktu. Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur, karena hal itu akan menyebabkan anak hanya mempunyai sedikit waktu untuk bermain-main dengan gagasan dan konsep serta mencobanya dalam bentuk baru.
b. Kesempatan menyendiri. Anak dapat menjadi kreatif bila tidak mendapat tekanan dari kelompok sosial.
c. Dorongan. Orang tua sebaiknya mendorong anak untuk kreatif serta tidak mengejek atau mengkritik anak.
d. Sarana belajar dan bermain untuk merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi yang merupakan unsur penting dari kreatif.
e. Lingkungan yang merangsang. Lingkungan rumah dan sekolah harus memberikan bimbingan dan dorongan untuk merangsang kreativitas anak.
f. Hubungan orang tua. Orang tua yang tidak terlalu melindungi dan tidak terlalu posesif akan sangat mendukung kreativitas anak.
g. Cara mendidik anak. Cara mendidik yang demokratis dan permisif akan meningkatkan kreativitas, sedangkan cara mendidik yang otoriter akan memadamkan kreativitas anak.
h. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif.
Menurut Kutner dan Kanto (dalam Rismiati, 2002) menyatakan faktor-faktor yang menimbulkan kreativitas adalah :
a. Lingkungan didalam rumah maupun di sekolah yang merangsang belajar kreatif. Lingkungan kreatif tercipta dengan memberikan pertanyaan terbuka, dapat dilakukan dirumah maupun disekolah yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu anak.
b. Pengaturan Fisik. Dengan menciptakan suasana nyaman dan santai untuk merangsang imajinasi anak.
c. Konsentrasi. Akan menghasilkan ide-ide yang produktif sampai menampilkan daya khayal anak untuk mengembangkan imajinasi anak.
d. Orang tua dan guru sebagai fasilitator. Orang tua dan guru harus bisa menghilangkan ketakutan dan kecemasan yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif.
Munandar (1988a) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas verbal adalah :
a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking) yang menggambarkan banyaknya gagasan yang keluar dalam pemikiran seseorang.
b. Fleksibilitas (keluwesan) yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan.
c. Orisinalitas (keaslian) yaitu kemampuan seseorang untuk mencetuskan gagasan asli.
d. Elaborasi yaitu kemampuan untuk mengembangkan ide-ide dan menguraikan ide-ide tersebut secara terperinci.
Keempat faktor tersebut oleh Munandar digunakan untuk menyusun Tes Kreativitas Verbal.
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengauhi kreativitas verbal adalah waktu, kesempatan menyendiri, sarana, lingkungan, dan kesempatan memperoleh pengetahuan. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi kreativitas verbal adalah kelancaran berpikir (fluency of thinking), fleksibilitas (keluwesan), originalitas (keaslian), dan elaborasi.
3. Faktor-faktor yang menghambat Kreativitas Verbal
Menurut Lehman (dalam Hurlock, 1996) kreativitas akan melemah apabila dihambat oleh lingkungan seperti :
a. Kesehatan yang buruk. Dapat mematikan daya kreativitas anak karena anak tidak mampu mengembangkan diri.
b. Lingkungan keluarga yang kurang baik. Tidak memberi dorongan untuk meningkatkan kreativitas.
c. Adanya tekanan ekonomi. Mempersulit anak untuk mengembangkan bakat kreatifnya, bila anak membutuhkan dana, misalnya membeli buku.
d. Kurangnya waktu luang. Tidak adanya kesempatan dan kebebasan pada anak untuk mengembangkan bakat kreatifnya.
Hurlock (1992) menambahkan kondisi yang dapat melemahkan kreativitas adalah:
a. Pembatasan eksplorasi. Kreativitas anak akan melemah bila orang tua membatasi anaknya untuk bereksplorasi dan bertanya.
b. Pengaturan waktu yang terlalu ketat. Anak menjadi tidak kreatif jika terlalu diatur, karena mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk bebas berbuat sesuka hati mereka.
c. Dorongan kebersamaan keluarga. Perkembangan kreativitas anak akan terganggu bila keluarga selalu menuntut kegiatan bersama-sama, karena tidak mempedulikan minat dan pilihan anak.
d. Membatasi khayalan. Hal ini dapat melemahkan kreativitas, karena orang tua selalu menginginkan anaknya berpikiran realistis dan beranggapan bahwa khayalan hanya membuang-buang waktu.
e. Penyediaan alat-alat permainan yang sangat terstruktur. Anak yang sering diberi mainan yang sangat terstruktur, seperti boneka yang berpakaian lengkap, akan kehilangan kesempatan untuk bermain.
f. Sikap orang tua yang konservatif. Orang tua yang bersikap seperti ini biasanya takut menyimpang dari pola sosial yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka selalu menemani kemana pun anaknya pergi.
g. Orang tua yang terlalu melindungi. Jika orang tua terlalu melindungi anak-anaknya, maka mereka mengurangi kesempatan bagi anaknya untuk mencari cara mengerjakan sesuatu yang baru atau berbeda.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menghambat kreativitas verbal adalah : kesehatan yang buruk, lingkungan keluarga yang kurang baik, adanya tekanan ekonomi, kurangnya waktu luang, pembatasan eksplorasi, membatasi khayalan anak, sikap orang tua yang terlalu melindungi, dan pengaturan waktu yang terlalu ketat.
4. Perkembangan Kreativitas Verbal
Bahtiar (Ali Sjahbana, 1983) berpendapat bahwa salah satu faktor penting yang memungkinkan kreativitas berkembang adalah adanya kebutuhan sosial yang menghendaki suatu bentuk, struktur, pola atau sistem yang baru, karena apa yang telah ada dianggap tidak lagi memadai atau tidak bisa memenuhi kebutuhan. Pada keadaan tertentu orang-orang yang berhubungan satu sama lain bisa merasa kurang senang, tidak puas, dengan bentuk dan sifat-sifat hubungan mereka, sehingga mereka merasakan perlu penciptaan bentuk-bentuk, pola-pola atau sistem hubungan yang baru.
Soemardjan (1983) menekankan bahwa timbul, tumbuh, dan berkembangnya kreativitas individu tidak lepas dari pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu tersebut tinggal.
Munandar (1999a) menyebutkan bahwa mengembangkan kreativitas meliputi:
a. Pengembangan segi kognitif antara lain dilakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan dan keaslian dalam berpikir.
b. Pengembangan segi afektif antara lain dilakukan dengan memupuk sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif.
c. Pengembangan segi psikomotorik dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif dan inovatif.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perkembangan kreativitas verbal meliputi segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu tersebut tinggal juga dapat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kreativitas verbal.
diambil dari Tulisan Nur AM

Kecemasan menghadapi menopause

1. Pengertian kecemasan menghadapi menopause
a. Pengertian kecemasan. Salah satu gejala yang dialami oleh semua
orang dalam hidup adalah kecemasan. Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat
dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari.
Bagaimanapun juga bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan
suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah
klinis.
Menurut Bryne (1966), bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang
dialami individu, seperti apabila ia mengalami ketakutan. Pada kecemasan
perasaan ini bersifat kabur, tidak realistis atau tidak jelas obyeknya sedangkan
pada ketakutan obyeknya jelas.
Menurut Hurlock (1990), kecemasan adalah bentuk perasaan khawatir,
gelisah dan perasaan-perasaan lain yang kurang menyenangkan. Biasanya
perasaan-perasaan ini disertai oleh rasa kurang percaya diri, tidak mampu, merasa
rendah diri, dan tidak mampu menghadapi suatu masalah.
Menurut Kartono (1997), ketidakberanian individu dalam menghadapi
suatu masalah dan ditambah dengan adanya kerisauan terhadap hal-hal yang tidak
jelas merupakan tanda-tanda kecemasan pada individu.
Pendapat ahli lain Havary (1997), berpendapat bahwa kecemasan
merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila
orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi
tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau
situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan.
Dari uraian di atas diambil suatu kesimpulan bahwa kecemasan adalah
suatu kondisi psikologis individu yang berupa ketegangan, kegelisahan,
kekhawatiran sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang bersifat mengancam.
b. Pengertian menopause. Menurut Kartono (1992), bahwa “men” berarti
bulan, “pause, pausa, pausis, paudo” berarti periode atau tanda berhenti, hilangnya
menopause diartikan sebagai berhentinya secara definitif menstruasi.
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya
perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur
dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya
menstruasi.
Wanita akan mengalami menopause ditandai dengan berhentinya sirkulasi
haid dan juga diikuti dengan melemahnya organ produksi dan muncul gejalagejala
penuaan dibeberapa bagian tubuh. (Ibrahim, 2002)
Pakasi (1996), menjelaskan definisi menopause bukan hanya dari segi fisik
yaitu berhentinya menstruasi, tetapi dari segi usia yaitu dimulai pada akhir masa
menopause dan berakhir pada awal lanjut usia (senium) yaitu sekitar 40-65 tahun.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan menopause adalah suatu fase
dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya menstruasi, berhentinya
produksi sel telur, hilangnya kemampuan melahirkan anak, dan membawa
perubahan dan kemunduran baik secara fisik maupun psikis.
c. Pengertian kecemasan menghadapi menopause. Burn (1988), bahwa
kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan kecemasan dimana
kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia atau tidak bisa tidur.
Setiap orang mempunyai keyakinan dan harapan yang berbeda-beda.
Karena perbedaan itu maka tidak ada dua orang yang akan memberikan reaksi
yang sama, meskipun tampaknya mereka seakan-akan bereaksi dengan cara yang
sama. Situasi yang membuat cemas adalah situasi yang mengandung masalah
tertentu yang akan memicu rasa cemas dalam diri seseorang dan tidak terjadi pada
orang lain. (Tallis, 1995)
Kartono (1992), mengemukakan perubahan-perubahan psikis yang terjadi
pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-beda antara lain
yaitu adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam simtom-simtom psikologis
seperti: depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan diliputi
banyak kecemasan.
Adanya perubahan fisik yang terjadi sehubungan dengan menopause
mengandung arti yang lebih mendalam bagi kehidupan wanita. Berhentinya siklus
menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah
tidak dapat melahirkan anak lagi. Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak
berharga, tidak berarti dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya
kemungkinan bahwa orang-orang yang dicintainya berpaling dan
meningggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada masa
menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan. (Muhammad,1981)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
menghadapi menopause adalah perasaan gelisah, khawatir dari adanya perubahanperubahan
fisik, sosial maupun seksual sehubungan dengan menopause.
2. Faktor penyebab kecemasan menghadapi menopause
Sebuah permasalahan yang muncul pasti ada yang melatarbelakanginya,
sehingga permasalahan itu timbul demikian juga kecemasan yang dialami oleh
seseorang, ada penyebab yang melatarbelakanginya.
Menurut Kartono (2000), kecemasan disebabkan oleh dorongan-dorongan
seksual yang tidak mendapatkan kepuasan dan terhambat, sehingga
mengakibatkan banyak konflik batin.
Menurut Hartoyo (2004), bahwa stressor pencetus kecemasan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Ancaman terhadap system diri, dapat membahayakan identitas, harga diri,
dan fungsi integritas sosial. Faktor internal dan eksternal dapat mengancam
harga diri. Faktor eksternal meliputi kehilangan nilai diri akibat kematian,
cerai, atau perubahan jabatan. Faktor internal meliputi kesulitan interpersonal
di rumah atau tempat kerja.
Menurut Carpenito (1998), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
munculnya kecemasan yaitu :
a. Patofisiologis, yaitu setiap faktor yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia akan makanan, air, kenyamanan dan keamanan.
b. Situasional (orang dan lingkungan)
Berhubungan dengan ancaman konsep diri terhadap perubahan status, adanya
kegagalan, kehilangan benda yang dimiliki, dan kurang penghargaan dari orang
lain.
a). Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat karena kematian,
perceraian, tekanan budaya, perpindahan, dan adanya perpisahan
sementara atau permanen.
b). Berhubungan dengan ancaman intergritas biologis : yaitu penyakit, terkena
penyakit mendadak, sekarat, dan penanganan-penanganan medis terhadap
sakit.
c). Berhungan dengan perubahan dalam lingkungannya misalnya :
pencemaran lingkungan, pensiun, dan bahaya terhadap keamanan.
d). Berhubungan dengan perubahan status sosial ekonomi, misalnya
pengangguran, pekerjaan baru, dan promosi jabatan.
e). Berhubungan dengan kecemasan orang lain terhadap individu.
Freud (dalam Hall, 1980), faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah
lingkungan disekitar individu.dan menurut Priest (1987), bahwa sumber umum
dari kecemasan adalah pergaulan, usia yang bertambah, keguncangan rumah
tangga, dan adanya problem. Selain itu kecemasan juga ditimbulkan karena tidak
terpenuhinya kebutuhan seksual, atau frustasi karena tidak tercapainya apa yang
diingini baik material maupun sosial.
Menurut Tallis (1995), bahwa penyebab individu cemas adalah masalah
yang tidak bisa terselesaikan. Contoh masalah yang tidak dapat terselesaikan
adalah penuaan dan kematian. Menurut Dimyati (1990), mengatakan bahwa
kecemasan disebabkan oleh adanya keinginan-keinginan, kebutuhan, dan hal-hal
yang tidak disetujui oleh orang-orang disekitar, selain itu rangsangan emosi
merupakan reaksi terhadap kekecewaan terhadap frustasi. Sedangkan menurut
Freud (dalam Dimyati, 1990), bahwa penyebab kecemasan pada individu adalah
motif sosial dan motif seksual.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kecemasan menghadapi menopause adalah masalah yang tidak
terselesaikan, kekhawatiran terhadap sesuatu yang belum terjadi, adanya motif
sosial dan motif seksual.
3. Gejala-gejala kecemasan menghadapi menopause
Setiap individu pasti pernah merasakan perasaan tidak nyaman, takut waswas
akan suatu hal dalam hidupnya, salah satunya adalah perasaan cemas.
Ada beberapa gejala tentang kecemasan menurut Morgan (1991) yaitu :
a. Gejala fisiologis : gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak
mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, tak dapat diam, mudah kaget,
berkeringat, jantung berdebar cepat, rasa dingin, telapak tangan lembab, mulut
kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas
dingin, sering kencing, diare, rasa tak enak di ulu hati, kerongkongan
tersumbat, muka merah dan pucat, denyut nadi dan nafas yang cepat waktu
istirahat.
b. Gejala psikologis : rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan
datang, seperti cemas, khawatir, takut, berpikir berulang-ulang, membayangkan
akan datangnya kemalangan terhadap dirinya maupun orang lain, kewaspadaan
yang berlebih, diantaranya adalah mengamati lingkungan secara berlebihan
sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sulit konsentrasi, merasa
nyeri, dan sukar tidur.
Adapun gejala-gejala psikologis adanya kecemasan menghadapi
menopause bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn dan Davidson
(dalam Zainuddin, 2000) adalah sebagai berikut:
a. Suasana hati, yaitu keadaan yang menunjukan ketidaktenangan psikis, seperti:
mudah marah, persaaan sangat tegang.
b. Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti : khawatir, sukar
konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri
sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya,.
c. Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari
situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri dari kenyataan.
d. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup,
kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
e. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Menurut Freud (dalam Hall, 1980), mengatakan tentang gejala-gejala
kecemasan yang dialami oleh individu biasanya mulutnya menjadi kering bernafas
lebih cepat, jantung berdenyut cepat.
Selain hal diatas Weekes (1992), menambahkan tentang gejala-gejala
kecemasan yang lain diantaranya adalah gelisah, adanya perasaan tidak berdaya,
tidak nyaman, insomnia, menarik diri, gangguan pola makan, komunikasi verbal
menurun, perasaan terancam atau ketakutan yang luar biasa, pikiran terpusat pada
gangguan fisiknya dan kesadaran diri menurun, merasa mual, banyak berkeringat,
gemetar dan seringkali diare.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan tentang gejala-gejala kecemasan
menghadapi menopause adalah suasana hati yang menunjukan ketidaktenangan
psikis, pikiran yang tidak menentu, motivasi untuk mencapai sesuatu, reaksireaksi
biologis yang tidak terkendali.
4. Periode terjadinya menopause
Wanita dilahirkan dengan sejumlah besar sel telur yang secara bertahap
akan habis terpakai. Ovarium tidak mampu membuat sel telur baru, sehingga
begitu sel telur yang dimiliki sejak lahir habis, maka ovulasi akan berhenti sama
sekali. Jadi terdapat semacam kekurangan hormon yang menyebabkan sebagian
besar masalah yang terjadi disekitar menopause atau yang berkembang
sesudahnya.
Muhammad (1981), menjelaskan bahwa pada suatu saat akan tiba
waktunya bagi sisa folikel sel telur yang berada pada indung telur mulai
menghilang. Saat ini tidaklah sama pada setiap wanita. Perubahan ini terjadi
secara mendadak, diantara umur 45 tahun dan 55 tahun. Ada transisi yang
bertahap dari masa kegiatan indung telur yang tidak ada lagi, ketika wanita itu
sudah mulai memasuki usia menopause
Terjadinya menopause dipicu oleh perubahan hormon dalam tubuh.
Dimana hormon merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
tertentu dalam tubuh (tidak semua kelenjar menghasilkan hormon), yang efeknya
mempengaruhi kerja alat-alat tubuh yang lain. Hormon yang dikeluarkan melalui
saluran terbuka keluar, tetepi langsung disalurkan ke dalam darah melalui
perembesan pada pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar kelenjar tersebut.
Seperti diketahui ada tiga macam hormon penting yang diproduksi oleh ovarium,
yaitu estrogen, progesteron, dan testotesron, dimana setelah mencapai menopause
hormon-hormon ini tidak diproduksi. (Sadli, 1987)
Estrogen dan progesteron pada wanita disebut hormon kelamin (sex
hormones). Esrtogen pada wanita menampilkan tanda-tanda kewanitaan, seperti
kulit halus, suara lemah lembut, payudara membesar. Dalam setiap bulan, kadar
estrogen dan progesteron bergelombang, bergantian naik turun. Gelombang itu
yang menyebabkan terjadinya haid pada wanita. Lain halnya dengan estrogen
yang hanya dihasilkan oleh indung telur selam persediaan sel tulur masih ada.
Tugas estrogen sebenarnya ialah mematangkan sel telur sebelum dikeluarkan.
Oleh karena itu selam estrogen masih ada, sel telur tetap akan diproduksi.
Kemudian setelah wanita berusia sekitar 45 tahun, ketika persediaan sel telur
habis, indung telur mulai menghentikan produksi estrogen akibatnya haid tidak
muncul lagi. Pada wanita tersebut menginjak masa menopause, yang berarti
berhentinya masa kesuburannya. (Sadli, 1987)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa periode terjadinya
menopause ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai menghentikan
produksi estrogen akibatnya haid tidak muncul lagi. Pada wanita tersebut
menginjak masa menopause, yang berarti berhentinya masa kesuburannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, A. W. 1994. Hubungan Sholat Dengan Kecemasan. Jakarta ; Studio Press.
Admir. 2005. Menopause Dini, Datang Di Saat? Tak Terduga.
www.ummigroup.co.id. Akses 1 Juni 2005.
Azwar, S. 1992. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Sigma Alpha.
1999. Metode Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Bali post. 2005. Insomnia. www.balipost.com. Akses 16 Maret 2005.
Byrne, D. 1966. An Introduction to Personality. New Jersey : A Englewood dift.
Daradjat Z 1987. Menghadapi Masa Menopause (mendekati Usia Tua). Jakarta
:Bulan Bintang.
Dimyati, M. M. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Edisi I. Yogyakarta: BPFE.
Gusti, I. P. 1993. Gangguan Tidur (Insomnia) dan Terapinya Suatu Kajian
Pustaka. Majalah Ilmiah Unud. Vol. 15. No. 37. Hal. 29-35.
Hadi, S. 1985. Metodologi Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
. 1990. Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan .
Fakultas Psikologi UGM
Hall, C. S. 1980. Suatu Pengantar Kedalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud
(Terjemahan Oleh Tasrif). Bandung: Pustaka Pelajar.
Hawari, D. 1990. Insomnia. Majalah Anda. Jakarta. Hal. 101-102.
Hawari, D. 1997. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan. Yogyakarta :
Dana Bhakti Primayasa.
Hardjanta,G. 1994. Efektivitas Perlakuan Kontrol Stimulus dan Intensi Paradoksal
Pada Penderita Insomnia. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Program
Pasca Sarjana. UGM.
Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan, Suatu Rentang Kehidupan
(terjemahan : Istiwidayanti dan Soedjarwo). Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Hoeve, V, 1992. Ensiklopedi. (Terjemahan : Irsyad, M) Jakarta : Ichtiar Baru.
Iskandar, Y, 1985. Gangguan Tidur Dan Pengobatannya. Simposium Kesehatan
Jiwa ke XIII / 1985. Jakarta. Edisi Juli. Vol 4 No. 8.
Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita Jilid 2 : Wanita Sebagai Ibu Dan Nenek.
Bandung: Mandar Maju.
.2003. Patologi Sosial : Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta :Raja
Grafido Persada.
Kavery, 1995. Penyebab Gangguan Insomnia (terjemahan : Ibrahim, M). Harian
Pikiran Rakyat. Tnggal 16 Maret. Bandung, hal. 4-5.
Kompas. 2004. Sulit Tidur Saat Menopause. www.kompas.com. Akses 1 Juni
2005.
Lumbatobing, 2004. Gangguan Tidur. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Maramis, W. F, 1994. Imu Kedokteran Jiwa. Jakarta : Erlangga.
Mappiare, 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Usaha Nasional.
Medicastore, 2004. Insomnia. www.medicastore.com. Akses 14 Maret 2005.
Muhammad, K. 1981. Ginekologi Dan Kesehatan Wanita. Jakarta: Gaya Favo
Presss.
Morgan, H. G. 1991. Segi Praktis Psikiatri. Edisi Kedua (terjemahan Hartanto).
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Nusa Indah, 2005. Info Kesehatan. www.Tripod.com. Akses 16 maret 2005.
Pakasi, L. S. 2000. Menopause: Masalah dan Penanggulangannya Edisi Kedua.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rahman, I. A. 2000. Perubahan Tubuh Menjelang Menopause Dan Gejala Serta
Tanda Yang Menyertainya. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Insonesia.
Rafknowledge, 2004. Insomnia Dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo.
Republika, 2005. Mengatasi insomnia. www.Republika.co.id. Akses 16 Maret
2005.
Rosemary, N. 1992. Tidur Nyenyak Tanpa Obat. (terjemahan : Suryana) Jakarta
Arcan.\
Sadli, S. 1987. Di Atas 40 Tahun. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Santoso, Jihad. 2003. Pengaruh Menstruasi terhadap Insomnia Pada Mahasiswa
Putri Fakultas Kedoteran UMY Angkatan 1999. www.Bachelor
paper.com. Akses 23 Juni.
Sinar Harapan. 2002. Mengatasi Insomnia. www.Sinarharapan.com. Akses 16
Maret.
Suryabrata, S. 1990. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali.
Subekti, T. H. 2000. Hubungan Kematangan Emosi Dengan Kecemasan dalam
Menghadapi Usia Lanjut Pada Ibu Rumah Tangga. Skripsi (tidak
diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Tallis, Fr. 1995. Mengatasi Rasa Cemas (Ahli Bahasa Meitasari Tjandrasa).
Jakarta: Arcan.
Wong, M, 1995. Tidur Tanpa Obat. (Terjemahan : dr. Hutapea) Yogyakarta :
Yayasan Essensia Medica.
Weekes, C. 1992. Mengatasi Stres (Terjemahan oleh Soemarto). Yogyakarta:
Kanisius
Zainuddin, S. K. 2002. Menopause. www.e-psikologi.com. Akses 1 Juni 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar